Cerita Relawan: Lovi

The Beauty of East Flores

Saya lovi, berasal dari negri paling barat indonesia. Pagi itu, saya memulai perjalanan baru dalam hidup saya, menjadi relawan kopernik di daerah flores timur. Flores timur daerah apa ? Sungguh sebelumnya saya tidak pernah tahu daerah flores timur, saya tau bahwa Indonesia memiliki provinsi Nusa Tenggara Timur, namun tidak pernah mendengar flores timur. Perjalanan saya tempuh dari Padang pukul 06.00 WIB Padang-Jakarta-Kupang-Larantuka. Saat sampai di Larantuka sekitar pukul 15.30 WITA. Ada yang menarik selama perjalanan dari Jakarta-Larantuka, ini merupakan pengalaman saya pertama kalinya berangkat ke daerah timur, saya bener-bener excited melihat pemandangan yang segini bagusnya dari pesawat. Kalian tahu? Flores itu berasal dari bahasa Portugis yang arti nya bunga. Perempuan pasti pada suka bunga, cantikkan ? Flores juga demikian dari atas pesawat, cantik banget :)


NTT dari atas pesawat

Sesampai di bandara larantuka, saya dijemput oleh salah satu staff kopernik, Ina. kemudian diantarkan ke rumah ibu inspirasi di daerah Tuakepa, beliau adalah mama Kris. Perjalanan dari bandara menuju rumah mama kris lumayan jauh juga, kurang lebih 1,5 jam. Selama di mobil banyak tanya sama Ina tentang kopernik dan project #IDWomen4energy, serta cerita tentang mama Kris lebih detailnya. Tadaaaaaa, ini dia mama Kristina, salah satu dari 300 an ibu inspirasi program kopernik yang berkesempatan saya kunjungi, mama kris dan keluarga sangat hangat menyambut saya.

Yuk mari kita kenalan sama mama Kris. Mama kris, 45 tahun adalah ibu inspirasi kopernik yang tinggal di tuakepa bersama suami dan 4 orang anaknya, Rein,Antonio,Francisco dan Mirna. Sebenarnya mama kris punya satu orang anak lagi, namun sayang di umur 1 bulan anak mama kris meninggal. Orang bilang, orang flores itu keras, tapi menurut saya orang flores itu jujur, bagi mereka kejujuran adalah penghargaan tertinggi, tidak suka maka akan mengatakan tidak suka, apabila suka maka tidak akan enggan untuk memuji. Satu lagi, orang flores juga sangat terbuka dengan kedatangan orang baru. Saya benar-benar diperlakukan superti anak sendiri selama di rumah ini,belum lagi tetangga-tetangga rumah, ada yang sampai mendatangi rumah mengunjungi untuk sekedar berkenalan dan silahturahmi.


Om jo, Mirna, Saya, Mama Kris

Mama kris kesehariannya bekerja sebagai ibu inspirasi kopernik, apa itu ibu inspirasi ? ibu inspirasi adalah ibu-ibu yang dipilih untuk membantu kopernik mendistribusikan teknologi tepat guna ke masyarakat terpencil/remote area. Kalian tahu bagaimana sangat inspiratifnya program ibu inspirasi ini ? mama kris bersekolah hingga jenjang SMA kemudian menikah dan menjadi ibu rumah tangga, sebagai anak satu-satunya mama kris cukup mengecap pendidikan yang katanya cukup tinggi bagi seorang perempuan, mama kris sempat menjadi guru biologi kemudian berhenti karena suami mama kris juga bekerja,sederhana, cukup terbukanya cara berfikir mereka karena om pernah tinggal di kota besar dan mama kris pernah menjadi guru, memupuk semangat sepasang suami istri ini mengedepankan pendidikan anak mereka agar mereka bisa melanjutkan cita-cita pribadi mereka karna bagi mereka tanpa sekolah, kita tidak akan dapat menggegam dunia. Mereka haus melihat anak mereka bisa memakai toga seperti yang sering di kecap mahasiswa perguruan tinggi. Kehidupan mama kris berubah saat anak yang ke-5 beliau meninggal saat usia 1 bulan, mama kris benar-benar merasa malu dan sangat bersalah, semangat hidupnya mengering dan setiap hari dia berusaha tegar menutupi betapa luka yang dalam tidak dapat dia obati sendiri. Setiap hari mama kris meminta ampun kepada tuhan atas kesalahan besar dalam hidupnya. Kehilangan selalu menjadi bagian paling sulit untuk dilupakan manusia manapun di dunia ini. Namun,badai pasti berlalu. Cahaya itu datang dari lampu tenaga surya kopernik.


Mama Kris dengan produk tepat guna kopernik

Mama kris mendaftarkan diri menjadi ibu inspirasi kopernik, menjadi sosok yang akan menyebarkan dampak positif untuk desanya. Saat kita memberi hal yang bermakna untuk orang lain sebenarnya kita sedang mengembalikan makna itu kembali ke kehidupan kita. NTT adalah provinsi nomor 2 dengan elektrifikasi paling rendah di Indonesia, pemadaman listrik yang sering hingga listrik yang memang tidak ada sama sekali menjadi masalah yang masih sedang diusahakan pemerintah NTT untuk di selesaikan secepatnya. Masalah pendidikan belum teratasi, kesehatan masih menjadi perkara yang sulit. Kopernik memberikan solusi yang praktis dan ekonomis untuk daerah-daerah remote area, lampu tenaga surya, penyaringan air, kompor dengan bahan bakar kayu dan kulit kemiri. Teknologi tepat guna ini dihadirkan agar angka kemiskinan berkurang. Ibu inspirasilah yang membawa teknologi tepat guna ini ke tengah masyarakat, ibu inspirasi di berikan pelatihan, di jelaskan tentang kesetaraan gender, di ajarkan strategi berwirausaha yang baik, dan ilmu-ilmu lainnya. Mama kris mungkin hanya merasakan pendidikan hingga SMA tapi cerita inspiratif mama kris telah mendunia. Berkat tulus hatinya memperkenalkan teknologi tepat guna terhadap masyarakat kecil dengan jarak puluhan kilometer, dengan tenaga yang tidak sama banyaknya saat muda, dengan rasa percaya diri yang kurang karna akan bernegoisasi dengan kepala desa,kepala kecamatan yang secara pendidikan jauh lebih tinggi, mama kris berhasil menghancurkan batas ketakutan tentang dirinya dan kini dia yakin bahwa apapun di dunia ini, kalau kita bersungguh-sungguh tuhan pun jauh lebih sungguh untuk membantu kita.


Mama Kris saat demo Nazava ke rumah warga

Ada hal yang menarik dari mama kris, setiap bepergian keluar rumah entah itu untuk tech fair (acara untuk memperkenalkan teknologi tepat guna), berbelanja, pergi jalan-jalan atau rapat ke kota bersama ibu inspirasi lain, mama kris selalu membawa tas ungu kebanggan beliau, suatu ketika mama dan om jo mengajak saya melihat kebun beliau, saya berkata “mama,mau ke kebun kenapa di bawa juga tasnya ? nanti kotor,” beliau menjawab : “iya vi,sebagai ibu inspirasi tas ini yang membuat mama pede,jadi kalau memakai tas ini mama seperti seseorang yang siap pergi kerja dan menjadi ibu inspirasi”. How touchy this mom !!!


Mama Kris dengan tas ungu

Selama 5 hari, saya mengikuti bagaiamana kegiatan mama kris, bukan sebagai tamu tapi menjadi anak ke-5 mama,ikut menjadi bagian dari keluarga. Hari kedua di rumah mama kris kami mengunjungi SD di Tuakepa yang memakai produk nazava (filter air) untuk murid-murid di sana. Mama kris bercerita air di daerah tuakepa sangat tinggi kandungan kapur sehingga saat di masak air kapur akan mengendaap di bawah dan sering merusak peralatan masak air, belum lagi kadar kapur yang tinggi dapat menyebabkan batu ginjal.


Anak-anak SD di Tuakepa

Kasus diare anak juga masih sangat banyak, nazava membawa dampak yang baik untuk kesehatan anak-anak,sehingga sekarang banyak sekolah yang memakai produk ini untuk konsumsi murid sekolahnya. Selain berkunjung, saya juga diminta untuk sedikit berbagi ilmu yang saya miliki, sebagai dokter, saya menceritakan bagaimana pentingnya cuci tangan kepada mereka, ternyata mereka tau jingle cuci tangan loh,walaupun mereka di kampung,semangat mereka tidak kalah dengan anak kota, permasalahan mereka hanyalah tenaga pendidik yang masih kurang dan media untuk mengetahui dan belajar lebih banyak yang masih kurang.


Salah satu pengajar di SD Tuakepa

Buktinya saat mereka bertanya saya darimana, saya menjawab dari sumatera, mereka tidak tahu sumatera itu bagian Indonesia yang mana, kemudian saya gambarkan Indonesia dan menunjukan pulau sumatera, lalu mereka bertanya saya ke sini dengan apa, saya menjawab, “dengan pesawat adik-adik”, semuanya bingung, pesawat apakah oto (mobil) kah ? saya jawab, pesawat itu kendaraan yang bisa terbang. Lalu semua diam sibuk dengan pikiran masing-masing membayangkan pesawat itu seperti apa. Untung salah satu relawan lain, kak trisa membawa banyak buku untuk mereka lalu membuka salah satu buku tentang pesawat kemudian semuanya berbondong-bondong melihat dan akhirnya mereka tahu bagaimana bentuk pesawat. Mereka masih sangat polos dan penuh rasa ingin tahu yang tinggi, anak-anak timur itu tidak bodoh, tapi mereka hanya kurang akses dan media untuk mendapatkan ilmu pengeahuan lebih banyak.


Salah satu murid yang paling aktif di SD Tuakepa

Hari berikutnya, saya, mama kris, staff kopernik dan relawan lain melakukan techfair di desa kenada, kira-kira 30 menit dari Tuakepa, bapak desa kenada, sangat tertarik dengan poduk teknologi tepat guna kopernik dan bapak desa berharap masyarakatnya memakai teknologi tersebut. Salah satu rangkaian acara tech fair biasanya di lakukan uji coba dari produk tersebut. Agar acara tidak terlau monoton, maka di buatlah acara demo memasak agar ibu-ibu semakin banyak datang. Selain mendemokan kompor biomass, ibu inspirasi juga membagikan resep makanan terbaru untuk ibu-ibu di desa. Antusias masyarakat desa kenada sangat baik, tidak hanya ibu-ibu, bapak-bapak dan anak-anak juga turut serta.

Mama kris bercerita “dulu vi, saat mama melakukan tech fair pertama, mama sebelumnya belajar dulu dengan bapak apa yang akan mama bicarakan di depan orang banyak, apa bahan yang akan mama berikan untuk acara besok, kadang-kadang bapak sampai ketiduran mendengar mama, karna mama tidak habis-habisnya mengulang. Sekarang, mama tidak perlu lagi seperti itu, mama saja sudah pernah ke Ubud, Bali untuk demo masak di depan banyak orang hebat bahkan bule pun lihat mama dan bertepuk tangan kala itu “.


kak Tere (staff kopernik) dan mama Kris (ibu inspirasi kopernik)

Program ibu inspirasi ini benar-benar berhasil menciptakan karakter seorang ibu yang kuat, tulus dan positif. Kami mendapatkan apresiasi yang bagus di desa kenada, banyak masyarakat yang akan membeli nazava, kompor biomass dan lampu tenaga surya, namun mereka mengatakan terkendala biaya, lalu mama kris menjelaskan bahwa biaya untuk pembelian produk ini bisa di cicil, kopernik punya misi untuk memberikan produk ini tanpa memberatkan masyarakat kecil. Kenapa kopernik tidak memberikan secara gratis ? kenapa tetap bayar ? Sesuatu hal yang didapatkan secara mudah cenderung tidak dihargai oleh orang-orang. Contohnya, Saya baru merasakan betapa sangat perlunya kita hemat energi saat saya merasakan langsung didaerah flores timur banyak yang kekurangan akses energi. Pernah teknologi tepat guna ini diberikan secara cuma-cuma, akhirnya banyak alat yang rusak karna tidak dirawat secara baik. Kopernik meninggalkan pesan edukasi untuk masyarakat yang menggunakan teknologi tepat guna ini, karna masyarakat membelinya dengan keringat mereka sendiri sehingga dapat lebih menghargai alat-alat yang memiliki impact yang sangat besar ini.

Hari itu saya benar-benar melihat betapa sangat inspiratifnya mama kris dan ibu inspirasi lainnya. Kalian bayangkan kalau ibu inspirasi ini sudah tersebar lebih dari 300 di seluruh Indonesia, berapa banyak dampak positif yang mereka berikan dan berapa banyak cerita inspiratif lainnya dari mereka.


Mama kris memperkenalkan Nazava tanpa canggung


Ina bersama kak tere dari staff kopernik menjelaskan tentang kopernik

Selama tinggal bersama mama kris sebagai seorang muslim, saya merasakan toleransi agama yang sangat besar. Jujur, saat pertama kali saya pergi yang saya takutkan adalah bagaimana hidup di tengah-tengah keadaan lingkungan sekitar saya adalah Kristen katolik. Saya belum biasa, takut merasakan “shock culture”. Kadang, ketakutan itu hanya batas-batas yang kita ciptakan di dalam pikiran sendiri yang akhirnya membuat kita cenderung melihat sesuatu hal dari sisi negatifnya. Mama kris dan keluarga sangat memberi ruang saya saat akan melakukan ibadah 5 waktu, bahkan mama kris yang membangunkan untuk sholat subuh di pagi hari. Pernah suatu ketika, om jo tiba-tiba memanggil saya untuk ke belakang, om jo menyodorkan ayam ke saya, sontak saya terkejut ini maksudnya apa, saya sedang menerka-nerka apa maksud om jo ? apa om jo minta di rekam video saat menangkap ayam atau bagaimana ? saya baru ingat bahwa tradisi di islam setiap hewan yang akan di semblih harus di mulai dengan doa dan bismillah. Hidup dalam keadaan mayoritas, biasanya yang memotong ayam adalah pedagang ayam atau saat qurban memang ada orang yang khusus memotong. Hal itu adalah pengalaman pertama saya menyemblih ayam sendiri. Saya tidak bisa menutupi rasa nervous saya, syukurnya saya berhasil melakukannya. Entahlah, rasanya waktu itu seperti saya baru saja berhasil melakukan pencapaian tersendiri dalam hidup saya, memaknai hal lain dalam hidup saya tentang toleransi. Pesan saya perkara toleransi, belum tentu dalam perbedaan agama kita tidak menemukan kenyamanan, karna saat kita berada di tengah-tengah perbedaan agama baru kita mengerti arti toleransi.

Terimakasih mama kris dan keluarga untuk 5 hari yang inspiratif dan membahagiakan. Terimakasih juga kopernik untuk kesempatan ini, perjalanan saya belanjut ke desa Waiwejak, kab Lembata.

Show More
3 hari untuk selamanya (Desa Waiwejak, kab Lembata)

Pagi itu, saya melanjutkan perjalanan menjadi relawan ke daerah kab Lembata. Berangkat dari Larantuka pukul 8 pagi, kami memakai kapal lambat dan sampai di pelabuhan ibu kota kab Lembata Lewoleba jam 12 siang, udara di Lewoleba sangat terik dan cukup membuat kulit semakin hitam. Kami di jemput salah satu staff kopernik di Lembata,kak Ansel. Saya akan tinggal di rumah mama Elis yang tinggal di desa Waiwejak. Saya bersama Dimas (staff kopernik) akan berangkat menggunakan angkatan umum ke rumah mama Elis, kalian bisa tebak bagaimana bentuk angkutan umumnya ? Truck yang bagian belakang sudah di rubah dan dimodifikasi menjadi angkutan umum. Perjalanan menuju Waiwejak sangat lama dan ekstrim, menggunakan angkutan umum daerah asli yang sering disebut oto diperlukan waktu selama 3-4 jam. Ini disebabkan medan jalan yang sulit, selain jalan yang rusak, juga berkelok serta mendaki. Desa Waiwejak adalah post pemberhentian 2 terakhir dari angkutan umum ini.


Angkutan umum (oto)


keadaan di dalam oto


Salah satu jalan di desa

Sebentar, ada yang lupa saya ceritakan, desa mama Elis termasuk salah satu desa terpencil di kab Lembata. Apa yang ada dalam pikiran kalian tentang daerah terpencil ? rasakan lah sensasi kehidupan tanpa listrik dan sinyal. Kalian akan puasa gadget dan alat elektronik lainnya. Bagi saya yang terbiasa dengan gadget, sangat addict bahkan tidak bisa saya lepaskan, tinggal di daerah ini menjadi tantangan tersendiri dalam hidup saya. Sebenarnya ini bukan masalah menantang diri sendiri, tapi acara kerelawanan ini lebih dari seperti membuka pikiran dan panggilan diri kita untuk lebih peduli pada sesama dan orang-orang di remote area, membuka cara pandang kita. Dampaknya setelah acara ini saya jadi ketagihan untuk pergi travelling dan tinggal di rumah-rumah penduduk asli. Sejujurnya dulu saya punya mimpi untuk pergi travelling ke daerah Indonesia lalu di sponsori tapi bawa misi sosial dan kopernik connected me to this. Thanks kopernik!


Sunking, di salah satu kamar rumah mama Elis

Saya dan dimas tiba di rumah mama Elis sekitar pukul 4 sore, mama Elis benar-benar bahagia menyambut kedatangan kami. Semuanya sudah siap, makanan seperti pisang goreng dan titis jagung sudah tersedia


kakak mama Elis, seorang biarawati

Sore itu dimas mengajak untuk mandi di air terjun di desa Waiwejak. Mama Elis menawarkan untuk memakai motor karna sekalian juga kita akan mengangkat air untuk persedian air. Selain akses listrik yang tidak ada, desa Waiwejak juga sangat susah air. Saya, mama Elis, dan Dimas harus berjalan sekitar 3 kilometer untuk menemukan sumber air yang bersih, setelah itu, untuk mandi di pagi hari, warga akan mengangkut air dengan dirigen 5 liter. Dulu, untuk warga yang memiliki kuda, warga tersebut akan mengangkut dengan kuda, jika tidak maka warga akan berjalan sejauh 6 kilometer bolak-balik. Saya dan Dimas memutuskan untuk mencoba bagaimana berjalan mengambil air dari sumber air. Alhasil, karena kami tidak terlalu biasa, kami benar-benar bermandi keringat setelah sampai di rumah mama Elis saat malam hari


Mama Elis dan Dimas menuju sumber air

Desa Waiwejak saat malam hari terlihat hanya samar-samar di terangi cahaya. Dulu sebelum ada lampu tenaga surya kopernik, masyarakat mengandalkan tenaga diesel untuk menikmati listrik, dan warga akan iuran setiap bulan untuk menikmati listrik dari tenaga diesel. Warga yang tidak sanggup membayar akan memakai pelita untuk menerangi rumah mereka. Desa mama Elis benar-benar memiliki permasalahan yang kompleks. Selain menjadi ibu inspirasi, mama Elis adalah kader posyandu. Mama Elis sangat dekat dengan bidan maria, satu-satunya bidan di desa Waiwejak dengan cakupan wilayah memiliki 200 an kepala keluarga. Masalah kesehatan masih menjadi masalah yang mesti banyak diperbaiki, sarana prasarana tidak mencukupi, kasus gawat darurat perlu penanganan cepat, tidak dapat ditanggulangi karna alat yang tidak lengkap, obat yang tidak lengkap, belum lagi akses menuju puskesmas terdekat juga jauh sekitar 1,5 jam dengan kendaraan bermotor. Kasus gizi buruk masih ada, KB yang tidak berjalan lancar, kasus hipertensi dan penyakit degenaratif juga banyak, malaria juga sangat mengancam. Kebiasaan dan kepercayaan tentang adat dan masih banyaknya anggapan bahwa suatu penyakit adalah kutukan menjadi pekerjaan rumah yang banyak untuk bidan maria. Masalah pendidikan juga masih tidak tuntas, kesadaran akan pentingnya untuk sekolah dan masih banyak permasalahan pendidikan lainnya. Masalah krisis energi juga mengancam, masalah kemiskinan dan kesejahteraan tidak henti-hentinya untuk minta segera diselesaikan.


Mama Elis berkerja di malam hari dengan s300

Namun, di balik segala realita dan permasalahan yang kompleks ini, ada yang menyentuh hati saya tentang rasa nasionalisme dan semangat gotong royong di desa Waiwejak. Sejak hari pertama saya sampai di desa Waiwejak, masih ada sekitar 5 hari lagi menuju acara peringatan kemerdekaan Indonesia, namun sang saka merah putih sudah gagah mengudara dalam balutan tiang bambu warga desa, acara menuju peringatan sudah mulai di ramaikan, warga dan anak-anak bergotong royong untuk merias desa dengan serba merah dan putih. Antusiasme yang mulai luntur dikota besar. Memang selalu banyak cara untuk memaknai kemerdekaan, namun semangat gotong royong dan kebersamaan mereka mulai luntur di kota besar yang penuh dengan kehidupan individualiasme dan tanpa rasa peduli. Hal ini yang selalu membuat saya lebih suka tinggal di daerah desa dibanding di kota.


Sang saka merah putih di tanah Flores

Hari kedua relatif saya tidak terlalu banyak kegiatan dengan mama Elis, karna saya hanya menemani mama untuk mengikuti seminar yang di adakan PNPM dalam evaluasi bagaimana pencapain kader di desa masing-masing. Hal yang menarik adalah selama perjalanan dari rumah menuju tempat seminar yang memakan waktu satu jam. Mama Elis bercerita bagaimana sangat inferior peran perempuan di desanya. Perempuan banyak yang di drop out dari sekolah karena ketahuan hamil di luar nikah. Entah apa yang menjadi akar permasalahan sehingga hal ini terjadi di desa. Mama Elis sendiri bercerita bahwa dulu setelah mama Elis tamat SMA, mama mau melanjutkan kuliah di lewoleba karna melihat orang-orang yang pulang dari kota benar-benar memiliki pikiran yang berbeda dengan orang desa. Mereka memberikan perubahan dan ilmu pengetahuan baru untuk desa. Namun, karena terkendala biaya, mama tidak melanjutkan sekolahnya. Menikah dengan suaminya, mama Elis memiliki 4 orang anak, dua anak perempuan dan dua laki-laki.


Suami mama Elis dan Dimas

Saat awal menikah, mama Elis telah menceritakan kepada suaminya bahwa saat nanti dia punya anak, dia akan menyekolahkan anaknya setinggi-tingginya karena dia ingin balas dendam pada masa dahulu karena terkendala biaya, mama Elis tidak melanjutkan sekolah. Suami mama Elis juga memiliki misi yang sama, akhirnya mereka sama-sama bekerja dengan giat agar anak mereka dapat mengenyam pendidikan yang layak. Selama perjalanan di motor yang penuh dengan medan berat, saya membagi konsentrasi untuk mengendarai motor dan mendengarkan cerita mama Elis. Mama Elis mengatakan bahwa banyak tetangganya mencemooh mereka karena rumah mereka yang hanya memiliki 2 ruangan. Ruangan kamar 1 buah dan satu lagi ruangan serbaguna, dapur dibuat di luar bersama kamar mandi. Setelah menjadi ibu inspirasi kopernik, mama Elis mendapat rejeki untuk melanjutkan pembuatan rumah di depan rumah lama. Saat saya kesana, pengerjaan rumah baru mencapai 70% dan tentu saja mama Elis sedang menabung untuk melanjutkan.


Dapur mama Elis

Mama Elis adalah ibu inspirasi yang berhasil mendistribusikan produk kopernik dengan capaian tertinggi dari ibu inspirasi lainnya. Kegigihan mama Elis untuk membuat desa gelapnya menjadi terang, membuat mama Elis dipilih oleh kopernik untuk berangkat kejakarta dan bertemu dengan media nasional untuk di wawancara. Mama Elis selain menjadi ibu inspirasi dan kader posyandu,mama Elis juga aktif di acara apapun di desa. Mama Elis adalah sosok perempuan inspiratif di desanya. Pribadi yang aktif,ramah dan selalu memberikan solusi untuk segala permasalahan membuat mama Elis di senangi warga. Bidan maria pernah bercerita bahwa dia ingin mama Elis menjadi kepala desa.


Mama Elis tech fair ke rumah warga

Mama elis juga bercerita untuk mengisi waktu luang, mama akan menenun. Menenun sebenarnya harus dikuasai perempuan dewasa di daerah desa mereka, karena tenun ini dibutuhkan untuk acara adat pernikahan di desa Waiwejak. Sedangkan apabila dibeli, tenun ini sangatlah mahal harganya. Namun untuk dapat belajar menenun bukanlah perkara mudah. Banyak ibu-ibu yang enggan untuk menenun karena saat menenun dibutukan kesabaran, ketelitian dan kemauan kuat untuk meretas satu benang menjadi kain. Jangan heran harga tenun ini sangat mahal, karena untuk dapat menyelesaikan sebuah syal saja dibutuhkan waktu 3 hari berturut-turut. Bayangkan jika yang dibuat adalah kain tenun yang besar. So, mari kita hargai karya dari negri kita, jangan suka mengeluh bilang kain tenun mahal karena kreasi dan inovasi itu mahal loh. Rasakan dan lihat langsung bagaimana jerih payah membuatnya.


Ibu-ibu menenun

Ada cerita yang mengharukan kala saya mengendarai motor, mama Elis bercerita bahwa mama sedang menyelesaikan kain tenun untuk dipakai oleh anaknya yang akan diwisuda di bulan oktober di Makassar. Saya menanyakan dengan bodohnya bahwa mama pasti sudah tidak sabar menunggu-nunggu hari itu untuk pergi ke makassar karena anak mama akan di wisuda, kemudian mama Elis menjawab dengan nada yang biasa tapi sangat menyayat hati saya, mama tidak punya uang untuk membeli tiket pergi ke Makassar. Kehadiran orang tua dari anak mama akan digantikan oleh keluarga terdekat mama, anak mama bilang nanti saat hari wisuda, mama dan bapak di suruh memakai pakaian bagus seakan-akan pergi wisuda dan duduk berdampingan kemudian bayangkanlah mama dan bapak sedang berada dalam ruang besar wisuda dan ikut melihat dan merasakan kebahagian yang di rasakan anaknya sembari berdoa kepada tuhan. Sontak pikiran saya menggembara, saya baru saja di wisuda menjadi dokter, orangtua saya dengan mudah dan bangganya datang ke ruangan sidang untuk melihat anaknya bersanding dengan wisudawan lain, sedangkan anak mama Elis, membawa mimpi jauh dari NTT ke tanah Sulawesi agar dapat membanggakan mama Elis dan suaminya namun di penghujung studinya, dalam perayaan wisudanya, orang yang dikasihinya tidak hadir dan hanya bisa dia rasakan dalam doa.


Mama Elis menenun

Lima detik tanpa saya sadari airamata saya jatuh, samar suara mama Elis tetap berdenging di telinga.

Maka bagian mana yang harusnya tidak kita syukuri dalam hidup ini di saat mama Elis masih sangat tegar dan berlapang dada dengan getir hidupnya.

Ini bukan kalimat klise anak kota tapi ini sentuhan hati yang merasa di sayat setelah mendengar cerita ini dengan amat enteng diceritakan mama Elis. Sungguh selama perjalanan itu saya mencoba untuk tidak membahas hal-hal yang akan makin menguras airmata saya. Saya bertanya, apakah mama bahagia dengan kedatangan saya yang hanya merepotkan dan tidak akan banyak membantu, lalu mama Elis sangat bersemangat menjawab bahw aada seorang dokter yang ingin tinggal di gubuk mama itu hal yang sangat membahagiakan sekali. Hadir saya saja dapat membuat mama bahagia apalagi jika, keprofesian saya abdikan di sini. Cita-cita saya lainnya tercipta saat itu. Saya berikan judul cerita saya ini sesuai dengan judul lagu 3 hari untuk selamanya.


Mama Elis selalu tersenyum

Hari terakhir bersama mama Elis saya di ajak mama untuk tech fair ke rumah warga. Sebenarnya tidak sulit untuk melakukan tech fair di desa sekitar desa mama karena kebutuhan warga akan cahaya benar-benar membayar usaha mama untuk melalui medan jalan yang sangat rusak berat. Jangan bayangkan di sana ada motor matic karena motor tersebut tidak akan berhasil menaklukan medan yang berat. Saya merasakan bagaimana tenaga saya sangat di kuras mengendarai motor di sana.


Mama Elis sedang mengonsumsi sirih pinang

Pantas saja orang-orang disana banyak mengonsumsi sirih pinang, konon katanya, sirih pinang ini dapat menambah tenaga mereka untuk melewati medan jalan yang berat dan aktivitas mereka yang berat. Saya juga diajak mama Elis untuk datang ke kebun beliau, jalan menuju kebun mama Elis, ekstrim, hanya setapak. Saya naik motor dan membonceng mama dibelakang sambil mengatur keseimbangan karena disebelah kanan kami adalah jurang. Itu pengalaman yang tidak terlupakan oleh saya karena betapa jantung terpacu saat itu,kalau saya tidak seimbang maka kami akan jatuh ke jurang. Syukurnya, kami tiba di kebun mama dengan selamat.


Mama Elis di kebun

Malam hari saya mendapat kesempatan untuk merasakan acara adat kebudayaan desa Waiwejak, sambut padi baru. Acara ini bermakna untuk mensyukuri hasil panen dan semua keluarga dari tempat jauh harus ikut datang. Acara ini juga ajang untuk silahturahmi dan menyelesaikan semua permasalahan yang ada di rumah adat dan keluarga besar.


Persiapan acara adat sambut padi baru

Tiga hari bersama mama Elis tidaklah cukup untuk membuka lebih banyak betapa sangat inspiratifnya mama Elis. Elisabeth Nogo Keraf mengajarkan saya tentang kegigihan seorang perempuan untuk selalu melakukan hal baik dan positif untuk orang lain. Ini bukan masalah materi tapi bagaimana kelebihan yang kita punya entah itu dalam hal ilmu pengetahuan, materi, jabatan, tenaga dan apapun yang kita punya dapat kita lipatgandakan saat kita memberinya untuk orang lain. Tidak usah terlalu mendengarkan apa ucapan orang lain, ketika kalian masih bersama jalan tuhan dan melakukan sesuatu untuk kepentingan orang banyak, suara orang lain itu hanya suara-suara iri karena tidak dapat melakukan hal yang sama seperti yang kalian lakukan. Terimakasih mama Elis.

Show More

Baca Cerita Relawan Lain